Mens Sana In Corpore Sano

Hentikan Perundangan dan Intimidasi lewat Aturan Wajib Jilbab,Seruan Indonesia

gbr ilustrasi saja
*Hentikan Perundangan dan Intimidasi lewat*
*Aturan Wajib Jilbab,Seruan Indonesia*
 
"*Kini para psikolog menangani pasien gangguan jiwa akibat trauma perundungan jilbab. Menurut Komnas Perempuan, ada minimal 62 aturan jilbab di seluruh Indonesia. Human Rights Watch mengatakan wajib jilbab efektif minimal pada 24 dari 34 provinsi.*" 
Kami khawatir melihat korban berjatuhan akibat aturan wajib jilbab di Indonesia. Tafsir tunggal soal busana perempuan sering dijadikan pembenaran menekan anak dan perempuan memakai jilbab, disertai ancaman dan hukuman.

Aturan jilbab mulai muncul tahun 2001 di Sumatera Barat, tahun 2002 di Aceh, lantas makin meluas, termasuk pada pegawai negeri --guru, dosen, dokter-- serta anak perempuan, sejak kelas satu sampai kelas 12 bahkan universitas. 

*Di sekolah negeri, jilbab ada pada kompetensi pelajaran agama Islam. Kalimat “berpakaian sesuai dengan syariat Islam” dimaknakan sempit dengan jilbab, baju panjang, dan rok panjang. Kata “himbauan” bisa berubah jadi intimidasi, ancaman, atau hukuman keluar sekolah.* 

Di Sumatera Barat, murid perempuan, termasuk yang Protestan, Katolik, dan Hindu, dipaksa berjilbab. Di SMAN 2 Cibinong ada siswi coba bunuh diri. Di SMPN 3 Genteng, Banyuwangi, sekolah menekan siswi Kristen mundur karena menolak jilbab. Banyak guru sekolah negeri menggunting rambut siswi. Pakaian mereka dicoret dengan spidol. Prestasi akademik diturunkan. Pada Februari 2020, 10 anggota Pramuka tewas saat susur sungai di Sleman. Tim Search And Rescue mengatakan rok panjang membatasi gerakan dan kemampuan korban untuk menyelamatkan diri. 

Kami tak ada masalah bila perempuan memilih pakaian yang nyaman dan sopan, termasuk jilbab. Persoalannya, kami menolak tekanan berjilbab. Sebaliknya, kami juga protes sekolah negeri di Bali, Flores, dan Papua dimana siswi Muslim dilarang berjilbab.  

Surat Keputusan 3 Menteri soal seragam sekolah negeri pada 3 Februari 2021 sebenarnya mau memperbaiki keadaan. Siswi dan guru boleh memilih. Pada 3 Mei, Mahkamah Agung membatalkan putusan tersebut. Hingga hari ini Mahkamah Agung belum menerbitkan isi keputusan sehingga masyarakat tidak bisa membaca. 

Kesannya, keputusan dibuat terburu, hanya dua bulan sejak dimohonkan dari Padang oleh M. Sayuti dari Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau. Ia tidak dilakukan verifikasi terhadap pelanggaran di berbagai daerah. Ketiga hakim tidak minta masukan dari Komnas Perempuan serta unsur masyarakat yang dirugikan. Komisi Yudisial seharusnya memeriksa Irfan Fachruddin, Is Sudaryono dan Yulius terkait Kode Etik Hakim.

Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan agama, keyakinan, berekspresi, hak pekerjaan, serta pendidikan tanpa diskriminasi. Perempuan memiliki hak setara dengan laki-laki. Pembatasan terhadap hak ini hanya bisa dilakukan demi tujuan yang sah, tidak sewenang-wenang dan nondiskriminatif. 

Presiden Joko Widodo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, serta Menteri Pendidikan Nadiem Makarim seyogyanya mengeluarkan peraturan-peraturan baru untuk melindungi anak dan perempuan dari pelanggaran jilbab. Kami juga menuntut semua kepala daerah, kepala kantor pemerintahan dan perusahaan negara, kepala sekolah negeri, dan semua guru mencabut aturan wajib jilbab di tempat mereka.

Pelanggaran jilbab bukan semata masalah pakaian. Ini masalah keadilan buat perempuan untuk memilih identitas dirinya. Mendidik satu perempuan sama dengan mendidik satu generasi. Masa depan kita ditentukan oleh seberapa banyak generasi muda mampu menghargai konstitusi, keberagaman dan kemanusiaan. 

Kami yang mendukung:

1. Abdillah Toha
2. Achmad Munjid, Yogyakarta
3. Adhi Ayoe Yanthy, RAN P3AKS
4. Admira Salim
5. Afnan Malay, Yogyakarta
6. Agus Pambagio
7. Ahmad Suaedy
8. Ahmad Zainul Hamdi, Dosen UIN Surabaya
9. Aini S. Hutasoit
10. Ajianto Dwi Nugroho, Tangerang Selatan
11. Amir Sidharta
12. Andang W. Gunawan
13. Andreas Ambesa
14. Andreas Harsono, Human Right Watch
15. Andy Budiman, Politisi
16. Anes Dwi Prasetya, Jakarta
17. Anis Hidayah
18. Anita A. Wahid
19. Arahmaiani
20. Arief T. Surowidjojo
21. Atiek Prasetyawati
22. Ayu Utami
23. Azriana Rambe, Aceh
24. Bambang Harymurti
25. Budhis Utami, Depok
26. Butet Kartaredjasa
27. Christine Hakim
28. Clara Juwono
29. Damairia Pakpahan, Yogyakarta
30. Danang Kukuh Wardoyo
31. Dede Oetomo, GAYa Nusantara
32. Delly Malik
33. Dhania Salsha Handiani, Bogor
34. Diah Kusumaningrum, Dosen UGM
35. Dian Ina Mahendra
36. Dian Mayasari, Artis
37. Elina Ciptadi
38. Ellen Pitoi, Sulawesi Utara
39. Endo Suanda
40. Erika Widyaningsih
41. Ernawati, Yogyakarta
42. Erry Riyana Hardjapamekas
43. Eva K. Sundari, Institut Sarinah
44. Fadjar Pratikto, Jakarta
45. Feby Indirani
46. Fitzgerald Sitorus
47. Francisia Seda
48. FX Rudy Gunawan
49. Gatot Sugiharto
50. Gerakan Peduli Perempuan (GPP), Jember
51. Goenawan Mohamad
52. Hegel Terome, Jakarta
53. Henny Supolo
54. Heru Hendratmoko
55. Hery Budianto, Yogyakarta
56. Ida Ruwaida
57. Ifa Hanifah Misbach
58. Ihsan Ali-Fauzi, PUSAD Paramadina
59. Institut Kapal Perempuan, Jakarta
60. Irianto Soesilo, Roemah Bhinneka
61. Jajang C. Noer
62. JALA PRT
63. John Tobing, Yogyakarta
64. Julia Suryakusuma
65. Karel Phil Erari
66. Kresna Astraatmadja
67. Laksmi Pamuntjak
68. Lely Zailani, Sumatera Utara
69. Lelyana Santosa
70. Lilis Listyowati, Kalyanamitra
71. Linda Wadih, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat
72. Lita A
73. Lukman Hakim Saifuddin
74. Lusiati Kusumaningdiah
75. Mahaarum Kusuma Pertiwi
76. Maria Darmaningsih
77. Maria Hartiningsih
78. Marjana, Yogyakarta
79. Marwa, Dosen UGM
80. Max Binur
81. Meike Malaon
82. Melati Suryodarmo
83. Mellisa Kowara, Extinction Rebellion Indonesia
84. Misiyah, Depok
85. Nabiila Nurfitri, UGM
86. Nancy Sunarno
87. Natalia Soebagjo
88. Nia Sjarifudin, Jakarta
89. Nirwan Ahmad Arsuka
90. Nirwan Dewanto
91. Nong Darol Mahmada
92. Nur Laeliyatul Masruroh
93. Odi Shalahuddin, Yogyakarta
94. Omi Komaria Nurcholish Madjid
95. Palti H. Panjaitan
96. Pius Wisni, Depok
97. Prof. Mayling Oey
98. Prof. Saparinah Sadli
99. Prof. Wimpie Pangkahila
100. Putri K. Wardani
101. Raja Juli Anthony
102. Ratna Saptari
103. Ririn Hayudiani, Lombok Timur
104. Ririn Sefsani, Jakarta
105. Rizky Alif Alvian, Dosen UGM
106. Rumpun Tjoet Njak Dien
107. Sandra Hamid
108. Sari Koeswoyo, Artis
109. Sarwono Kusumaatmadja
110. SPRT Merdeka, Semarang
111. SPRT Panongan
112. SPRT RUMPUN, Tangerang Selatan
113. SPRT Sapulidi
114. SPRT Tunas Mulia, DI Yogyakarta
115. Sri Sulistiyani, Jember
116. Sri Wahyuningsih, Yogyakarta
117. Sri Wiyanto Eddyono
118. Suci Mayang Sari
119. Sulistyowati Irianto, Dosen UI
120. Susi Djadjang
121. Suzanna Eddyono
122. Syaiful Bahari, Jakarta
123. Syakieb Sungkar
124. Taufik Damas
125. Teddy Wibisana
126. Teguh Ostenrik
127. Tessa Rivai
128. Tika Bisono
129. Tini Hadad
130. Tongky Yasadhana, Yogyakarta
131. Tony Prabowo
132. Totok Suyanto, Kulon Progo
133. Tunggal Pawestri
134. Tuti N. Roosdiono, politisi
135. Ulil Abshar Abdalla
136. Usman Hamid
137. Vivi Diani Savitri
138. Wahyu W. Basjir
139. Waskito Giri Sasongko, Tangerang
140. Wibowo Arif, Jakarta
141. Yefri Heriani
142. Yeni Rosa Damayanti
143. Yohanes Masenus, Yogyakarta
144. Zaim Rofiqi
145. Zubaidah Djohar, Sumatera Barat

Narahubung: Alif Iman Nurlambang, Gerakan Indonesia Kita (GITA), *081299078234.*

About top

0 Post a Comment:

Posting Komentar